Jual Beli yang Dilarang

Aktivitas jual beli atau perdagangan dalam Islam sering disebut dengan al-bay’u, al-tijrah, atau al-mubadalah. Pada prinsipnya, dasar hukum jual beli dalam Islam adalah diperbolehkan. Imam Syafi’i mengatakan bahwa semua jenis jual beli hukumnya boleh jika dilakukan oleh dua pihak yang masing-masing mempunyai kelayakan untuk melakukan transaksi, kecuali yang dilarang atau diharamkan.

Selain yang dilarang atau diharamkan, maka jual beli boleh dilakukan selama sesuai yang ditetapkan Allah dalam surat Al- Baqarah ayat 275, ayat 282, dan An- Nisa ayat 29. “Allah telah menghalalkan jual beli.” (QS. Al- Baqarah: 275), “Dan ambilah saksi apabila kamu berjual beli.” (QS. Al- Baqarah: 282). “Kecuali dalam perdagangan yang berlaku atas dasar suka sama suka di antara kamu.” (QS. An-Nisaa:29)

Selain itu, Al-Imam Asy-Syafi’i mengingatkan jual beli bisa berubah menjadi haram jika terjadi hal-hal tertentu.

  1. Jual beli yang dilarang karena pelakunya.

Jual beli dianggap sah apabila dilakukan oleh orang yang sudah baligh, berakal, dapat memilih, dan multak tasharruf (dapat melakukan tindakan dengan bebas). Jual beli tidak sah jika dilakukan oleh ODGJ, anak kecil, tunanetra atau orang yang dalam paksaan.

Jual beli oleh ODGJ tidak diperkenankan karena mereka tidak mempunyai kemampuan berpikir dengan baik seperti juga orang yang sedang pingsan, mabuk atau dalam pengaruh obat bius. Sedang transaksi jual beli dengan anak kecil diperbolehkan dalam jumlah yang kecil karena keterbatasan cara berfikir yang belum sempurna. Jual beli dengan tuna netra juga dilarang karena mereka tidak mempunyai kemampuan dalam mendeteksi mana barang yang bagus dan mana yang berkualitas jelek. Jual beli juga tidak boleh dilakukan dengan paksaan karena bertentangan dengan QS An Nisaa ayat 29.

  1. Jual beli yang dilarang karena objek transaksinya.

Ulama fiqih sepakat bahwa jual beli dianggap sah apabila objek jual belinya adalah barang yang tetap atau bermanfaat, berbentuk, dapat diserahkan, dapat dilihat, dan tidak ada larangan dari syara’.

Tidak diperkenankan melakukan jual beli barang yang beresiko hilang dan tidak pasti keberadaannya, misal jual beli anak kambing padahal induk kambingnya belum hamil, seharusnya akad jual beli dilaksanakan setelah anak kambing tersebut ada/ lahir. Atau jual beli burung yang masih terbang di udara, seharusnya ditangkap dahulu burung tersebut, kemudian dijual.

  1. Jual beli yang dilarang karena sifat, syarat, atau larangan syara’.

Menurut para ulama, jual beli dianggap sah apabila memenuhi syarat dan rukun, tidak membahayakan masyarakat, serta tidak bertentangan dengan akadnya. Misalnya jual beli yang diikuti dengan adanya riba karena berbagai hal, misal jual beli barang ribawi (emas, perak, kurma, gandum, jewawut, garam), atau karena adanya unsur ribawi lainnya.

Contoh lain dari jual beli yang dilarang karena sifat dan syarat lainnya misalnya jual beli khamr, jual beli dengan DP, jika jual beli tidak dilaksanakan maka uang DP menjadi milik penjual, dll.

  1. Jual beli yang dilarang karena shighat.

Sighat adalah ijab qabul (kalimat: “saya jual kepadamu” atau “saya serahkan kepadamu”) yang dilakukan oleh penjual dan pembeli. Jika tidak ada shighat, maka hukum jual beli menjadi tidak sah.

Namun demikian, dalam praktek jual beli sehari-hari di tengah masyarakat jarang sighat akad jual beli ini diucapkan. Biasanya cukup pembeli memberi uang dan mengambil barang yang ingin dibelinya tanpa ijab dan qabul yang disebut dengan jual beli mu’thah.

Menurut kebanyakan ulama Syafiiyah, jual beli mu’thah hukumnya tidak sah karena salah satu rukun jual beli tidak terpenuhi. Namun sebagian lagi menilai sah asal sudah diketahui kedua belah pihak sama-sama ridha. Imam Ghazali lebih cenderung membolehkan akad jual beli tanpa sighat ijab dan qabul terutama dalam benda-benda yang tidak terlalu berharga. Selain karena sulit untuk selalu mengucapkan ijab dan qabul, biasanya juga antara penjual dan pembeli sudah sama- sama ridha meskipun tanpa sighat.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *