Rahn (bahasa Arab) atau Gadai memiliki arti tetap, kekal, dan jaminan. Secara istilah, Rahn merupakan menahan sejumlah harta benda yang diserahkan sebagai jaminan utang untuk dilunasi dan dapat diambil kembali ketika mampu melunasi hutang. Apabila orang yang menggadaikan tidak sanggup membayar hutangnya setelah jatuh tempo, maka barang tersebut dapat dijual atau dilelang untuk membayar utang. Menurut fatwa DSN-MUI nomor 25/DSN-MUI/III/2002, Rahn, yaitu menahan barang sebagai jaminan atas utang.
Secara praktek, Rahn menjadi salah satu bentuk jasa pelayanan keuangan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Berdasarkan Standar Produk Perbankan Syariah Murabahah, Bank diperbolehkan meminta jaminan kepada Nasabah dalam hal pembiayaan Murabahah yang diberikan dengan tujuan agar Nasabah serius melakukan pembayaran secara tertib namun hal itu bersifat tidak wajib.
“Jika kamu dalam perjalanan, sedangkan kamu tidak mendapatkan seorang pencatat, hendaklah ada barang jaminan yang dipegang” (Qs. Al-Baqarah: 283)
Hadis Nabi riwayat al-Bukhari dan Muslim dari ‘Aisyah r.a., ia berkata:
“Sesungguhnya Rasulullah s.a.w. pernah membeli makanan dengan berutang dari seorang Yahudi, dan Nabi menggadaikan sebuah baju besi kepadanya.”
Para ulama sepakat membolehkan akad Rahn. Hal ini sesuai dengan fatwa DSN nomor 25/DSN-MUI/III/2002 tentang Rahn yang mana pinjaman dengan menggadaikan barang sebagai jaminan utang dalam bentuk rahn hukumnya dibolehkan dengan ketentuan bahwa penerima barang mempunyai hak untuk menahan barang sampai semua utang Rahin melunasi hutangnya.
Hasan membutuhkan dana sebesar 10 juta rupiah untuk kebutuhan mendesak. Hasan kemudian melakukan akad rahn dengan Ali, yang bersedia memberikan pinjaman tersebut. Dalam akad rahn ini, Hasan menyerahkan emas seberat 50gram sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya. Dalam perjanjian tersebut, disepakati bahwa jika Hasan tidak dapat melunasi utangnya sesuai kesepakatan, maka Ali berhak untuk menggunakan emas seberat 20gram tersebut sebagai pembayaran atas utang yang belum terlunasi. Namun, jika Hasan berhasil melunasi utangnya tepat waktu, maka emas tersebut akan dikembalikan kepada Hasan sebagai pemiliknya.
Ahmad membutuhkan pembiayaan dari BMT Bismillah untuk membuka usaha. Ahmad mendatangi BMT untuk melakukan akad rahn dengan menggadaikan emas miliknya kepada bank syariah sebagai jaminan atas dana yang dipinjam. Didalam kesepakatan antara Ahmad dan BMT, apabila Ahmad mampu melunasi pinjamannya sesuai kesepakatan, maka emas yang digadaikan akan dikembalikan kepadanya. Namun, jika terjadi keterlambatan pembayaran atau wanprestasi dalam pelunasan hutang, maka BMT Bismillah berhak untuk mengambil alih kepemilikan emas yang digadaikan tersebut sebagai ganti rugi atas pembiayaan yang telah diberikan.
BMT Bismillah berizin dan diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan & Bank Indonesia serta merupakan peserta penjaminan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS)
Copyright©2025. BMT Bismillah