Menurut Bariyah (2013), Murabahah berasal dari kata “al-ribh” dan “al-ribah” yang artinya beruntung atau memberikan keuntungan. Sedangkan secara istilah, Murabahah adalah jual beli benda dengan alat tukar disertai tambahan keuntungan yang telah ditentukan. Murabahah merupakan salah satu jenis jual beli yang diperbolehkan, di dalam transaksi Murabahah seorang pedagang harus memberi tahu harga pokok dan margin atau keuntungannya. Sedangkan jual beli yang tidak menyebutkan harga pokok dan marginnya disebut jual beli Musawamah dan membeli barang yang masih dalam pemesanan disebut jual beli Salam, dan transaksi keduanya tetap diperbolehkan. Namun artikel ini akan fokus pada pembahasan jual beli Murabahah.
Pada dasarnya, fitur dari transaksi Murabahah yaitu untuk pembelian barang jadi/alat produk/aset untuk jangka pendek. Kemudian, harga pokok dan tambahan atau keuntungan yang ditentukan pada transaksi Murabahah harus diketahui oleh penjual dan pembeli serta berdasarkan kesepakatan keduanya. Selain itu, pihak penjual tidak boleh menyembunyikan hal-hal yang berkaitan dengan harga, identitas, dan kualitas dari produk tersebut.
Di Indonesia, untuk mendukung perkembangan dari transaksi Murabahah, Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) telah mengeluarkan fatwa terkait Murabahah diantaranya:
Fatwa | Details |
04/DSN MUI/IV/2000 | Murabahah |
13/DSN MUI/IX/2000 | Uang Muka Dalam Murabahah |
16/ DSN MUI/IX/2000 | Diskon dalam Murabahah |
23/DSN MUI/III/2002 | Potongan Pelunasan Dalam Murabahah |
46/DSN MUI/II/2005 | Potongan Tagihan Murabahah |
47/ DSN MUI/II/2005 | Penyelesaian Piutang Murabahah Nasabah Tidak Mampu Membayar |
48/ DSN MUI/II/2005 | Penjadwalan Kembali Tagihan Murabahah |
49/ DSN MUI/II/2005 | Konversi Akad Murabahah |
84/DSN MUI/XII/2012 | Metode Pengakuan Keuntungan Al Tamwil Al Murabahah (Pembiayaan Murabahah) di LKS |
Bentuk Akad Murabahah sederhana yaitu Akad Murabahah sebagaimana mestinya di mana pihak penjual menjual barang yang telah dimiliki kepada pembeli dengan menyebutkan harga pokok ditambah dengan margin sebagai keuntungan pihak penjual
MPO merupakan jenis Akad Murabahah di mana bank syariah akan melalukan pembelian barang yang akan dijual kepada nasabah sesuai dengan kriteria dan permintaan nasabah tersebut. Bank syariah dan nasabah keduanya saling bernegosiasi dalam hal spesifikasi barang, harga, pengantaran barang, pembayaran, dan lain-lain.
Ahmad dan Siti adalah merupakan pasangan pengusaha muda yang ingin membeli bangunan kosong milik Pak Sugeng. Pak Sugeng menyampaikan bahwa harga beli bangunan tersebut sebesar Rp150 Juta dan akan menjualnya seharga Rp250 Juta, sehingga keuntungannya menjadi Rp100 juta. Namun Ahmad dan Siti melakukan penawaran agar keuntungan Pak Sugeng sebesar Rp75 juta sehingga harga jualnya Rp225 Juta. Dikarenakan bangunan tersebut sudah lama kosong dan terdapat beberapa bagian yang bocor dan rusak, Pak Sugeng menerima penawaran tersebut sehingga mereka sepakat harga murabahah bangunan tersebut adalah Rp225 Juta, dengan angsuran Rp18.750.000 perbulan selama satu tahun.
Farhan merupakan seorang seorang wirausahawan muda di sektor industri makanan. Bisnisnya yang semakin besar, Farhan membutuhkan sebuah mesin pengolah makanan yang terbaru dengan kualitas yang lebih baik. Setelah melakukan survey ke beberapa supplier mesin pengolah makanan, Farhan menemukan supplier mesin dengan kriteria yang ia inginkan dengan harga Rp50 Juta. Dikarenakan keterbatasan modal untuk membeli mesin, maka Farhan ingin mengajukan pinjaman ke bank syariah untuk pembelian mesin pengolah makanan tersebut. Sesuai dengan pengajuan pinjaman yang dilakukan oleh Farhan, maka bank syariah akan membeli mesin di tempat yang sama dengan Farhan melakukan survey dengan harga Rp50 Juta. Kemudian, mesin tersebut akan dijual oleh bank syariah kepada Farhan dengan harga pokok Rp50 Juta ditambah dengan margin 10% dari harga pokok sebesar Rp5 Juta sehingga menjadi Rp55 Juta. Sehingga total pinjaman yang harus dibayar oleh Farhan adalah Rp55 Juta. Dalam proses pelunasannya, Farhan dapat mencicil sesuai kesepatan dengan bank syariah.
Pada dasarnya pembiayaan Murabahah yang ada di bank syariah adalah pembiayaan yang melibatkan transaksi jual beli barang ditambah dengan keuntungan yang disepakati oleh nasabah dan bank syariah. Bank syariah akan menjual barang kepada nasabah dan nasabah akan menerima barang yang diinginkannya. Berbeda dengan transaksi Murabahah, pada transaksi Komoditi Murabahah nasabah akan mendapatkan uang tunai. Komoditi Murabahah merupakan transaksi pembelian komoditas antara dua belah pihak (pembeli dan penjual) dengan harga tangguh, untuk selanjutnya oleh pembeli dijual kembali ke pembeli yang lain (pihak ketiga) secara tunai.
Komoditi Murabahah telah dipraktekan di berbagai negara seperti Inggris, Arab Saudi, Kuwait, Bangladesh, Malaysia, dan Indonesia. Namun komoditi murabahah di Indonesia lebih dikenal dengan sebutan Komoditi Syariah. Penyebutkan tersebut sesuai dengan Fatwa DSN MUI No.82 Tahun 2011 Tentang Perdagangan Komoditi Berdasarkan Prinsip Syariah, melalui Bursa Komoditi. Komoditi Murabahah merupakan salah satu inovasi instrumen pembiayaan yang belum dioptimalkan oleh lembaga keuangan syariah di Indonesia. Padahal jika kita melihat fitur Komoditi Syariah dapat meningkatkan daya saing produk pada perbankan syariah, dapat dimanfaatkan untuk pengelolaan likuditas, dan dapat memberikan imbal hasil tetap pada perbankan syariah.
Pada implementasinya, Komoditi Murabahah di bank syariah dimanfaatkan untuk Pasar Uang Antar Bank, Subrogasi, Lindung Nilai, Overdraft, Pembiayaan Konsumtif, Deposito, Pembiayaan Produktif, dan Sindikasi.
BMT Bismillah berizin dan diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan & Bank Indonesia serta merupakan peserta penjaminan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS)
Copyright©2025. BMT Bismillah